Wednesday 28 May 2014

Hukum PHK Karena Kesalahan Berat

Dalam hubungan industrial, seringkali pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh dengan alasan buruh melakukan kesalahan berat. PHK tersebut dilakukan hanya atas dasar pertimbangan pengusaha belaka. Ini adalah suatu kesalahan yang harus diluruskan.

PHK karena kesalahan berat dilakukan dengan mengeluarkan Surat Peringatan 3 (SP 3) langsung tanpa melalui SP 1 dan SP 2. Padahal, SP 3 hanya bisa diberikan secara langsung kepada buruh atau pekerja yang melakukan kesalahan berat, yakni berupa tindak pidana seperti pencurian, perbuatan asusila, penipuan, mabuk-mabukan dan seterusnya (pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003). Namun, pasal ini sudah dijatuhkan oleh Putusan MK No. 012/PUU-I/2003.


MK memutuskan pasal 158 UU 13 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena tidak menghormati asas praduga tak bersalah (presumption of innocent). Menyikapi putusan MK tersebut, Menakertrans mengeluarkan SE No. SE.13/MEN/SJ-HK/2005 yang isinya adalah penyelesaian perkara pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat dimana PHK dapat dilakukan:

  1. Setelah ada putusan pidana yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau apabila pekerja ditahan sehingga tidak dapat melaksanakan pekerjaan selama 6 bulan maka berlaku ketentuan pasal 160 UU No. 13 Tahun 2003. Sehingga pekerja diPHK bukan karena tindak pidana, melainkan karena tidak melakukan pekerjaan selama 6 bulan. Dengan kata lain, pekerja bisa dipecat tanpa menunggu putusan pidana di pengadilan incracht. Gugatan tiga buruh anggota FSPMI Jawa Timur yang meminta agar PHK dapat menunggu putusan incracht ditolak seluruhnya oleh MK pada 7 Mei 2014.
  2. Apabila terdapat “alasan mendesak” yang berakibat hubungan kerja tidak dapat dilanjutkan, maka pengusaha dapat menempuh upaya penyelesaian atau permohonan PHK melalui lembaga PHI. 
Jika sampai 6 bulan, buruh masih menjalani proses sidang, maka buruh dapat diPHK. Namun, ketika buruh terbukti tidak bersalah, maka perusahaan harus mau mempekerjakan buruh kembali. Padahal, hal ini bersifat wajib bukumnya. Tidak mempekerjakan buruh yang tidak terbukti tidak bersalah kembali di perusahaan berarti melakukan tindak pidana dengan sanksi pidana satu sampai empat tahun atau denda 100 sampai 400 juta. Sayangnya, pengusaha kerap tidak mau mempekerjakan kembali dengan alasan disharmonis.

Pesangon yang harus dibayarkan pengusaha adalah uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

Demikian, semoga bermanfaat.

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment

Popular Posts